Burung Penanti Datangnya Hujan (Cacomantis merulinus)
Burung Cingcuing (Cacomantis merulinus) |
Di
Jawa burung ini disebut burung emprit gantil, burung wiwik, atau burung
peli busik dan banyak sekali fersi penamaan burung tersebut. Di jawa
barat dinamakan burung cungcuing di Sulawesi disebut Wiwik uncuing.
Burung yang satu ini sangat beragam namanya dengan jenis yang sama,
dalam bahasa Inggris burung dari famili Cuculidae ini dikenal sebagai Plaintive Cuckoo. Sedangkan bahasa latinnya adalah Cacomantis merulinus.
Burung
tersebut senang sekali bertenger di dahan pohon, atau ranting kering,
terkadang bertengger di puncak pohon yg paling tinggi. Bentuknya
seukuran burung kutilang tetapi lebih ramping dan memiliki bulu berwarna
coklat, burung ini bunyi terkadang pada saat tengah malam, juga pagi
hari atau siang dan sore. Burung yang tidak mengenal waktu entah kapan
burung ini beristirahat, yang seringkali berkicau itu pada saat akan turun hujan.
Dongeng Masa Kecil
Ada
sebuah cerita rakyat bahwa burung pelibusik ini, burung yang
berkelakuan kurang baik, dan dalam kehidupanya sering menyendiri, karena
telah di kucilkan oleh kawanan atau kelompoh burung lain, sehingga pada
saat si burung pelibusik ini akan mandi di sungai dia diusir dan tidak
diperbolehkan mandi oleh burung-burung lain, sehingga sepanjang hidupnya
tidak pernah turun kebumi untuk mandi, padahal segarnya air yang mengalir diatas tanah, dan pada akhirnya burung ini sering berbunyi disaat mau
turun hujan, berkicau seakan kebahadiaan yang ia nantikan akan datang
serta berharap air hujan membasahi tubuhnya sehingga dapat merasakan
nikmatnya mandi dengan air. Disaat hujan tidak kunjung turung
siulanya makin keras membuat bising telinga.
Habitat Burung Cungcuing
Burung
ini dapat kita jumpai di pekarangan dekat rumah, hutan bambu, dan
pingiran pesawahan dekat desa. Makanan yang disukai ialah buah kecil,
laba-laba, kumbang, dan serangga. Burung ini sangat misterius
keberadaanya, sering tidak terlihat hanya suara yang membuat bulu kuduk
merinding, dengan suaranya yang keras dan nyaring. Bulu berwarna coklat
menyerupai warna alam, atau kulit pohon menjadikanya burung ini mahir
dalam kamuflase sehingga sulit terlihat di antara ranting pohon dan
dedaunan.
Ciri-ciri
Burung ini tidak mau membuat sarang dan
mengerami telurnya sendiri malah menitipkan telurnya pada sarang burung
lain, setelah terlebih dahulu membuang telur burung yang dititipinya. Biasanya burung yang dititipin telurnya yaitu; burung Prenjak, burung Ciblek, Cucak daun dan lain-lain. Telurnya berwarna kebiruan dan berbintik putih, lebih besar dari telur burung yang
dititipinya. Itulah sebabnya burung cungcing kerap diusir oleh burung-burung kecil.
Hal yang sangat mengejutkan burung yang telah menetas bersama induk pengasuhnya, burung ini apa bila menetas lebih dulu, anakan burung ini membuang telur-telur yang belum menetas, sehingga hanya burung Cungcuing kecil saja yang hidup dalam asuahan induk lain.
Dengan postur tubuh menyerupai burung kutilang dengan panjang tubuhnya sekitar 20 cm. Burung-burung cungcuing dewasa berwarna abu-abu di bagian kepala, leher dan dada sebelah atas, punggungnya merah tua kecoklatan dan perutnya kuning jingga, sisi bawah ekor dengan warna putih di ujung-ujung bulu yang kehitaman. Burung muda berwarna burik, kecoklatan dengan garis-garis hitam di sisi atas tubuh, dan keputihan dengan garis-garis hitam yang lebih halus.
Mitos burung Cungcuing sangat kental dikalangan masyarkat bawah karena diyakini burung ini sering ditafsirkan burung kematian suaranya yang menyayat hati, konon cerita yang beredar dimasyarakat, sekali burung ini berbunyi diyakini ada orang yang sakit atau meninggal dunia dan itu sering kejadian, mitos yang menjadikan yakin dan sugesti yang mejadikan sebuah kepercayaan. Walau secara penelitinan belum ada yang bisa menyakinkan bahwa burung ini adalah pembawa kabar duka, atau burung pembawa sial. Cerita tentang burung ini menjadi sebuah fenomena alam yang menjadikan manusia ketakutan dan menurutnya burung ini adalah pembawa petaka.
Hal yang sangat mengejutkan burung yang telah menetas bersama induk pengasuhnya, burung ini apa bila menetas lebih dulu, anakan burung ini membuang telur-telur yang belum menetas, sehingga hanya burung Cungcuing kecil saja yang hidup dalam asuahan induk lain.
Dengan postur tubuh menyerupai burung kutilang dengan panjang tubuhnya sekitar 20 cm. Burung-burung cungcuing dewasa berwarna abu-abu di bagian kepala, leher dan dada sebelah atas, punggungnya merah tua kecoklatan dan perutnya kuning jingga, sisi bawah ekor dengan warna putih di ujung-ujung bulu yang kehitaman. Burung muda berwarna burik, kecoklatan dengan garis-garis hitam di sisi atas tubuh, dan keputihan dengan garis-garis hitam yang lebih halus.
Cingcuing kecil di Asuh Induk burung lain |
Mitos burung Cungcuing sangat kental dikalangan masyarkat bawah karena diyakini burung ini sering ditafsirkan burung kematian suaranya yang menyayat hati, konon cerita yang beredar dimasyarakat, sekali burung ini berbunyi diyakini ada orang yang sakit atau meninggal dunia dan itu sering kejadian, mitos yang menjadikan yakin dan sugesti yang mejadikan sebuah kepercayaan. Walau secara penelitinan belum ada yang bisa menyakinkan bahwa burung ini adalah pembawa kabar duka, atau burung pembawa sial. Cerita tentang burung ini menjadi sebuah fenomena alam yang menjadikan manusia ketakutan dan menurutnya burung ini adalah pembawa petaka.
Burung
Cungcuing sangat tidak disukai oleh pengemar burung ocehan karena
burung ini dengan suaranya yang monoton menjadi musuh bagi pengemar
burung isian atau burung ocehan, karena dengan kedatangan burung
cungcuing ini hingap di sekitar rumah, dimana rumah tersebut pemiliknya
memiliki burung piaraan akan meniru bunyi burung cungcuing tersebut,
dengan demikian burung piaraan tersebut berkicau menirukannya, dan akan rusak dangan
adanya suara burung Cungcuing tersebut, dan kicauananya tidak indah lagi.
Bunyi
kicauannya cenderung monoton serta berulang, Tii ... tut ... twiiit, ... tii ...
tut ... twiiit, ... tii ... tut ... twiiit”, bertambah cepat dan
bertambah tinggi nadanya. “tii ... tut ... twiiit, ... twiit, ...
twiit, ... twit, ... twit, ... wit, ... wit, ...
wit-wit-wit-wit-wit-wit”; dengan nada yang meninggi di awal kemudian
semakin merendah dan semakin pendek di akhir, keeung!!!
Tetapi
saya sendiri sangat suka dengan burung ini, menjadi teman dikala sore,
menjelang hujan bunyinya yang sangat pilu menyayat hati. Seiring gerimis
mengundang. Menyonsong hujan lebat turun dari langit.
Komentar
Posting Komentar